Masa pendudukan Jepang atas Indonesia dimulai pada tahun 1942 sampai 17 Agustus 1945. Setelah jepang menyerah tanpa syarat kepada sekutuh pemerintah segera mengambil tindakan dengan Memproklamasi
Kemerdekaan Indonesia oleh
Soekarno dan M. Hatta atas nama bangsa Indonesia. Setelah menyerahnya Jepang kepada Sekutu segera sekutu dibonceng oleh NICA mendarat di Indonesia. Kedatangan sekutu ke Indonesia bertujuan untuk melucuti senjata Jepang dan membebaskan tawanan Perang di Indonesia.
Pada 23 September 1945 Kapten Huijer dari Angkatan Laut Belanda wakil sekutu pertama yang menjejakan kakinya di surabaya. Sebelum
dilucuti oleh sekudonesia mengetahui itu merupakan tipu muslihat untuk membuat belanda kembali berkuasa atas Indtu, rakyat dan para pejuang Indonesia berupaya melucuti
senjata para tentara Jepang. Kedatangan mereka yg penuh arogansi dan diboncengi oleh NICA ( Belanda ) pada saat itu menyulut kemarahan rakyat. Maka timbullah pertempuran-pertempuran yang
memakan korban di banyak daerah. Ketika gerakan untuk melucuti pasukan Jepang
sedang berkobar, tanggal 15 September 1945, tentara Inggris mendarat di
Jakarta, kemudian mendarat di Surabaya pada 25 Oktober. Tentara Inggris
didatangkan ke Indonesia atas keputusan dan atas nama Sekutu, dengan tugas
untuk melucuti tentara Jepang, membebaskan para tawanan yang ditahan Jepang,
serta memulangkan tentara Jepang ke negerinya. Tetapi, selain itu, tentara
Inggris juga membawa misi mengembalikan Indonesia kepada pemerintah Belanda
sebagai jajahannya.NICA (Netherlands Indies Civil Administration) pun
membonceng. Itulah yang meledakkan kemarahan rakyat Indonesia di mana-mana.
Di
Surabaya, dikibarkannya bendera Belanda, Merah-Putih-Biru, di Hotel Yamato,
telah melahirkan Insiden Tunjungan, yang menyulut berkobarnya
bentrokan-bentrokan bersenjata antara pasukan Inggris dengan badan-badan
perjuangan yang dibentuk oleh rakyat. Bentrokan-bentrokan bersenjata dengan
tentara Inggris di Surabaya, memuncak dengan terbunuhnya Brigadir Jenderal Mallaby,
(pimpinan tentara Inggris untuk Jawa Timur), pada 30 Oktober.
Setelah
terbunuhnya Brigadir Jenderal Mallaby, penggantinya (Mayor Jenderal Mansergh)
mengeluarkan ultimatum yang merupakan penghinaan bagi para pejuang dan rakyat
umumnya. Dalam ultimatum itu disebutkan bahwa semua pimpinan dan orang
Indonesia yang bersenjata harus melapor dan meletakkan senjatanya di tempat
yang ditentukan dan menyerahkan diri dengan mengangkat tangan di atas. Batas
ultimatum adalah jam 6.00 pagi tanggal 10 November 1945.
Ultimatum
tersebut ditolak oleh Indonesia. Sebab, Republik Indonesia waktu itu sudah
berdiri (walaupun baru saja diproklamasikan), dan Tentara Keamanan Rakyat (TKR)
sebagai alat negara juga telah dibentuk. Selain
itu, banyak sekali organisasi perjuangan yang telah dibentuk masyarakat,
termasuk di kalangan pemuda, mahasiswa dan pelajar. Badan-badan perjuangan itu
telah muncul sebagai manifestasi tekad bersama untuk membela republik yang
masih muda, untuk melucuti pasukan Jepang, dan untuk menentang masuknya kembali
kolonialisme Belanda (yang memboncengi kehadiran tentara Inggris di Indonesia).
Pada 10
November pagi, tentara Inggris mulai melancarkan serangan besar-besaran dan
dahsyat sekali, dengan mengerahkan sekitar 30 000 serdadu, 50 pesawat terbang,
dan sejumlah besar kapal perang. Berbagai
bagian kota Surabaya dihujani bom, ditembaki secara membabi-buta dengan meriam
dari laut dan darat. Ribuan penduduk menjadi korban, banyak yang meninggal dan
lebih banyak lagi yang luka-luka. Tetapi, perlawanan pejuang-pejuang juga
berkobar di seluruh kota, dengan bantuan yang aktif dari penduduk.
Pihak
Inggris menduga bahwa perlawanan rakyat Indonesia di Surabaya bisa ditaklukkan
dalam tempo 3 hari saja, dengan mengerahkan persenjataan modern yang lengkap,
termasuk pesawat terbang, kapal perang, tank, dan kendaraan lapis baja yang
cukup banyak. Namun
di luar dugaan, ternyata para tokoh-tokoh masyarakat yang terdiri dari kalangan
ulama’ serta kiyai-kiyai pondok jawa seperti KH. Hasyim Asy’ari, KH. Wahab
Hasbullah serta kiyai-kiyai pesantren lainnya mengerahkan santri-santri mereka
dan masyarakat umum (pada waktu itu masyarakat tidak begitu patuh kepada
pemerintahan tetapi mereka lebih patuh dan taat kepada para kiyai) juga ada
pelopor muda seperti bung tomo dan lainnya. sehingga perlawanan itu bisa
bertahan lama, berlangsung dari hari ke hari, dan dari minggu ke minggu
lainnya. Perlawanan rakyat yang pada awalnya dilakukan secara spontan dan tidak
terkoordinasi, makin hari makin teratur. Pertempuran besar-besaran ini memakan
waktu sampai sebulan, sebelum seluruh kota jatuh di tangan pihak Inggris.
Peristiwa
berdarah di Surabaya ketika itu juga telah menggerakkan perlawanan rakyat di
seluruh Indonesia untuk mengusir penjajah dan mempertahankan kemerdekaan.
Banyaknya pejuang yang gugur dan rakyat yang menjadi korban ketika itulah yang
kemudian dikenang sebagai Hari Pahlawan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar